by David Butterfield, Joint Institute for the Study of the Atmosphere and Oceans, University of Washington and NOAA/PMEL
Sebagian besar lautan dan dasar laut di Indonesia masih belum dijelajahi dan tidak diragukan lagi menyimpan banyak kejutan dan temuan ilmiah. Perairan Indonesia, yang sudah menjadi persimpangan jalan pelayaran komersial selama berabad-abad, juga merupakan persimpangan penting antara cekungan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, tempat bertabrakannya massa air laut dan lempeng samudra. Banyak pertanyaan dari segi biologis yang dapat dijawab di daerah ini, tetapi juga terdapat berbagai perkara penting dari sudut kimia dan geologi. Jenis sistem hidrotermal apa sajakah yang ada di sini, dan apa dampaknya terhadap ekologi setempat? Apakah ada pembentukan deposit mineral yang signifikan?
Daerah yang kami pilih untuk dijelajahi dalam proyek kerja sama antara Indonesia dan NOAA mencakup berbagai fitur geologi dasar laut, termasuk parit laut-dalam dan busur gunung api bawah laut. Secara keseluruhan, wilayah ini cukup rumit, dengan adanya beberapa cekungan laut tepi kecil-kecil yang saling bertabrakan dan menunjam. Busur Sangihe yang aktif secara vulkanik, yang membentang ke arah utara dari kota pelabuhan Bitung yang menjadi awal kegiatan kami di ujung utara semenanjung Sulawesi, adalah hasil tunjaman cekungan Laut Maluku di bawah cekungan Laut Sulawesi.
Dalam lingkungan ini, kami berharap dapat menemukan kegiatan gunung api bawah laut di sepanjang busur Pulau Sangihe dan ke arah baratnya. Salah satu situs hidrotermal yang menarik bagi kami, Kawio Barat, dikenal dari survei bersama Australia-Indonesia pada tahun 2001 dan 2003 [McConachy dkk. 2004]. Tujuan kami dari segi kimia dalam misi ini adalah mendeteksi aliran cairan aktif dari dasar laut dalam bentuk rembesan dingin, lubang hidrotermal, dan letusan gunung api. Peta batimetri yang relatif berskala halus, yang digabungkan dengan pengukuran kolom air, dapat membantu kami menemukan daerah sumber yang menarik di dasar laut, yang dapat dijelajahi dengan Kendaraan yang Dioperasikan dari Jarak Jauh dalam misi ini.
INDEKS 2010 menjadi misi penjelajahan ilmiah pertama yang memanfaatkan telepresence dari atas kapal Okeanos Explorer (EX). Tidak seperti banyak ekspedisi sebelumnya, tidak ada kelompok besar ilmuwan di atas kapal, yang mengumpulkan dan menganalisis sampel. Alih-alih, kami menggunakan peralatan di atas EX untuk menghasilkan data digital yang dapat dikirim kembali melalui satelit kepada para ilmuwan di darat, dan di situlah data ditafsirkan untuk mengidentifikasi daerah kunci yang layak dijelajahi lebih lanjut. Sistem utama di atas kapal yang kami gunakan adalah sistem pemetaan batimetri multibeam Kongsberg EM302, dan profiler kolom air SeaBird 911 Conductivity-Temperature-Depth (CTD).
EM302 mencakup daerah dasar laut yang cukup luas dan membuat peta dengan resolusi yang secara signifikan lebih tinggi daripada peta yang saat ini tersedia. Dengan berbagai peta ini kami dapat mengidentifikasi setiap fitur, seperti kerucut gunung api kecil, pegunungan laut, atau sesaran. EM302 juga memiliki kemampuan untuk melihat beragam kerapatan di dalam kolom air di atas dasar laut, dan dengan kemampuan ini kami dapat melihat ikan dan kehidupan laut lainnya.
Kemampuan pemetaan EM302 dapat mendeteksi gelembung gas yang bergerak ke atas melalui air dari sumber di dasar laut selama ekspedisi berlangsung; kemampuan ini pernah ditunjukkan dalam salah satu pelayaran uji coba untuk EX di lepas pantai Oregon. Gelembung gas di perairan Indonesia boleh jadi menunjukkan gunung api aktif yang mengeluarkan gas dari dapur magmanya, seperti yang terjadi pada letusan gunung api aktif dasar laut (Embley et al. 2006; Chadwick et al. 2007; Hughes-Clark et al. ); penemuan gelembung gas dalam misi ini dapat memberi kami sasaran yang sangat panas dan layak diselidiki dengan ROV. Para ilmuwan di atas kapal dan di darat memantau keluaran dari sistem EM302 untuk mendeteksi ciri khas gelembung dalam air, dan mempersiapkan diri untuk menanggapi jika gelembung itu ditemukan.
Sementara EM302 memetakan petak besar dasar laut di dalam daerah sasaran, sistem CTD digunakan di atas fitur dasar laut tertentu yang mungkin memiliki aliran cairan aktif dari sistem hidrotermal atau rembesan dingin. Selain mengindra salinitas dan suhu, CTD memiliki sensor untuk mendeteksi partikel tersuspensi dan potensial oksidasi/reduksi. Sensor tambahan ini sangat peka dan sangat penting untuk mendeteksi semburan zat kimia dan partikel di dalam air di atas fitur yang sedang diteliti. Hasil CTD berguna untuk menentukan sasaran mana saja yang prioritasnya paling tinggi untuk diselami bersama Little Hercules, kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (ROV).
Letusan gunung api aktif, misalnya, menghasilkan semburan yang didominasi unsur belerang kuning/putih disertai pH rendah karena hunjaman magma belerang dioksida ke dalam air laut. Sebaliknya, sistem hidrotermal yang sudah matang cenderung menghasilkan partikel logam sulfida hitam, dan rembesan dingin mungkin tidak menghasilkan partikel, tetapi menunjukkan sinyal redoks yang nyata karena tingginya kadar metana atau hidrogen. Dengan menyaring sampel air dan membawanya kembali ke laboratorium di darat untuk dianalisis, kami dapat mempelajari jenis sistem hidrotermal tanpa perlu melihatnya dari dekat di dasar laut. Namun, salah satu sasaran utama kami pada misi ini adalah menemukan situs hidrotermal baru di dasar laut dan mengirim kembali gambar video high-definition. Dalam misi berikutnya nanti, kami berharap dapat kembali ke daerah persimpangan Indonesia ini untuk melakukan penjelajahan yang lebih terperinci dan mengambil sampel dari beberapa situs yang masih perawan ini.
Untuk mempelajari lebih lanjut jenis kegiatan yang menghasilkan semburan, kunjungi: Submarine Ring of Fire 2006: Hidrotermal Bulu dan Calon Pelanggan.
Untuk mempelajari lebih lanjut komposisi cairan lubang, kunjungi: Submarine Ring of Fire 2006: Peran Cairan Magmatik dalam Ventilasi Hidrotermal pada Busur Vulkanik.
Embley, R.W., W.W. Chadwick, Jr., E.T. Baker, D.A. Butterfield, J.A. Resing, C.E.J. de Ronde, V. Tunnicliffe, J.E. Lupton, S.K. Juniper, K.H. Rubin, R.J. Stern, G.T. Lebon, K.-I. Nakamura, S.G. Merle, J.R. Hein, D.A. Wiens, and Y. Tamura (2006): Kegiatan letusan jangka panjang di gunung api busur bawah laut. Nature, 441(7092), 494–497.
Chadwick, W.W. Jr., K.V. Cashman, R.W. Embley, H. Matsumoto, R.P. Dziak, C.E.J. de Ronde, T.K. Lau, N.D. Deardorff, and S.G. Merle. (2007) Direct video and hydrophone observations of submarine explosive eruptions at NW Rota-1 Volcano, Mariana Arc., J. Geophys. Res., 113, B08S10.
McConachy, T.F., H. Permana, R.A. Binns, I. Zulkarnain, J.M. Parr, C.J. Yeats, N.D. Hananto, B. Priadi, S. Burhanuddin, and E.P. Utomo (2004) Recent investigations of submarine hydrothermal activity in Indonesia.