by Dr. Patricia Fryer, Department of Microbiology, University of Hawaii
Di wilayah timur laut Indonesia, tepat di sebelah selatan Kepulauan Filipina, terdapat beberapa pulau dari Busur Sangihe di barat dan pegunungan Kepulauan Talaud di timur. Ini daerah yang rumit dari segi geologi yang mencakup bagian kerak benua purba dan wilayah gunung api muda. Di wilayah ini sudah lama sekali lempeng tektonik (bagian kerak dan mantel atas Bumi) sering patah dan bertumbukan.
Bagian benua purba ini pernah menjadi bagian dari supercontinent of Gondwana , dan mulai patah sekitar 200 juta tahun yang lalu. Dewasa ini, wilayah tersebut merupakan batas antara Lempeng Laut Filipina, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo-Australia. Pergerakan relatif antara ketiga lempeng besar ini menyebabkan terbentuknya sesaran dan rotasi di dalam bagian yang lebih kecil di wilayah ini, menciptakan salah satu seting geologi yang paling unik di Bumi ini.
Wilayah yang dijelajahi ekspedisi kami ini sangat rumit. Laut Sulawesi sedang mengalami penunjaman ke arah timur laut di bawah Mindanao barat daya di Palung Cotabato, dan ke arah selatan di bawah semenanjung timur laut Pulau Sulawesi. Di antara kedua palung ini, sisi timur Laut Sulawesi naik sampai ke atas Lempeng Laut Maluku. Bahkan lempeng Laut Maluku sedang mengalami penunjaman, baik ke arah barat di bawah busur Sangihe maupun ke timur di bawah Halmahera. Inilah satu-satunya contoh tumbukan di Bumi antara beberapa busur gunung api yang saling berhadapan.
Gunung api di Sangihe terbentuk di tepi timur Laut Sulawesi dan menyemburkan lava yang terbentuk tatkala lempeng Laut Maluku menunjam ke daerah yang panas dan tekanannya cukup besar sehingga pelelehan mulai terjadi. Kegiatan gunung api terkini di wilayah tersebut terjadi di ujung selatan Sangihe, dan komposisi lava di sepanjang busur menunjukkan berkurangnya pembentukan magma ke arah utara. Hal ini memang bisa karena ada perubahan dari penunjaman Laut Maluku di bawah lkukan Sangihe ke penunjaman Laut Sulawesi di bawah Mindanao di utara. Namun, bukti terkini menunjukkan ada kegiatan yang sangat aktif di gunung api bawah laut (Kawai Barat) di ujung utara busur Sangihe.
Salah satu tujuan ekspedisi kami adalah menjelajahi bagian utara Busur Sangihe dan mengumpulkan informasi tentang kegiatan gunung api dan kegiatan hidrotermal di wilayah itu. Tujuan lain adalah menjelajahi Palung Sangihe di Laut Maluku untuk memahami strukturnya dan mencari lingkungan yang mungkin dihuni komunitas biologi.
Di antara busur yang saling bertabrakan di tengah Laut Maluku dasar laut menekuk ke atas dan muncul di atas permukaan laut membentuk Kepulauan Talaud dan kepulauan lainnya di sepanjang Pegunungan Tengah Laut Maluku. Interaksi antara struktur yang muncul yang merupakan Pegunungan Tengah dan perpanjangannya ke utara, yakni Pegunungan Miangas memang menarik untuk bisa memahami aspek geologi dan aspek biologi di zona tumbukan yang unik ini. Bukti menunjukkan ada hubungan struktural antara struktur yang muncul dan deformasi yang berlangsung ke timur di dekat Palung Filipina.
Struktur Pegunungan Tengah tampaknya diimbangi dengan kecenderungan sesaran atau belaham dan struktur yang mendasari wilayah busur (antara Palung Filipina dan Pegunungan Tengah). Palung Filipina terletak sekitar 130 km di timur Talaud dan 100 km di timur Miangas. Sedimen yang berasal dari Mindanao bermigrasi ke selatan dan terakumulasi di sepanjang tepi lempeng tunjaman yang menimpa Lempeng Laut Filipina. Akibatnya terbentuk irisan tebal lapisan yang mengalami deformasi dan merosot karena terjadinya tumbukan itu. Sesaran yang cenderung ke timur laut mematahkan tunjaman Snellius Plateau yang mendasari irisan sedimen. Di tempat sesaran besar memotong irisan sedimen yang terakumulasi di atas zona tunjaman di tempat lain di dunia, sering ada jalan untuk menyemburnya cairan dan lumpur dari kedalaman. Rembesan cairan tersebut menunjukkan jenis reaksi yang terjadi di dalam lempeng tunjaman, yang dapat dialiri lumpur gunung api, dan yang dapat dihuni komunitas organisme yang hidup di lingkungan kimiawi ekstrem yang dihasilkan cairan tersebut.
Bock, Y., L. Prawirodirdjo, J. F. Genrich, C. W. Stevens, R. McCaffrey, C. Subarya, S. S. O. Puntodewo, and E. Calais (2003), Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System Measurements, Journal of Geophysical Research, 108(B8), 2367, doi:10.1029/2001JB000324.
Widiwijayanti, C., Mikhailov, V., Diament, M., Deplus, C., Louat, R., Tikhotsky, S., Gvishiani, A., 2003. Structure and evolution of the Molucca Sea area: Constraints based on interpretation of a combined sea-surface and satellite gravity dataset. Earth Planet. Sci. Lett. 215, 135–150.
Widiwijayanti, C., C. Tiberi, C. Deplus, M. Diament, V.Mikhailov, and R. Louat (2004), Geodynamic evolution of the northern Molucca Sea area (Eastern Indonesia) constrained by 3-D gravity field inversion, Tectonophysics, 386, 203–222 .